Senin, 26 Desember 2011

Happy Aniversary SLANK..... 26-Des-2011

Jika hari ini adalah ulangtahun Slank yang ke-28, maka sehari sebelumnya, 25 Desember kemarin adalah ulang tahun Bimo Setiawan Almachzumi (Bim-bim) Slank. salah satu personel Slank sekaligus pendiri Slank pada 1983 silam.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di markas Slank di Jalan Potlot selalu ramai didatangi oleh para Slankers yang ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Bim-bim. Suasana Jalan Potlot dan sekitarnya pun ramai didatangi dan dipenuhi oleh para Slankers.
Padahal, pada hari itu, di Potlot tidak diadakan acara apapun. Namu, Slankers tetap setia menunggu hingga bintang kesayangannya keluar dari kediamannya.
Gayung bersambut, pada pukul 12.15 siang, Bunda Iffet muncul di balkon lantai dua kantor Pulau Biru. Sontak, para Slankers teriak antusias. Bunda menyampaikan sepatah dua patah kata berisi wejangan kepada Slankers. Terutama nasihat yang berisi agar Slankers tidak membuat gaduh di jalanan.
Tak lama berselang, sang drummer pun muncul ditemani oleh sang istri, Reny dan putri keduanya, Tallulah. Sambil mengucapkan terima kasih kepada Slankers, slankers pun menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada sang idolanya tersebut.
Tidak sampai disitu saja, Mas Bim2 pun ditodong untuk bernyanyi oleh para Slankers. Dan alhasil keluarlah lagu Bidadari Penyelamat dari mulutnya yang segera dimakmumi oleh para Slankers. Slankers tampak antusias dan bahagia melihat secara langsung idolanya.

Gak mau ketinggalan juga kami slankers Baliem Community juga ikut Andil dg konvoi bareng di daerah gresik dsktrnya..... haha.... tanpa apa" pun jadi.... (BP_SBC)

Oke deh, sekali lagi selamat ulang tahun kepada Bim2 Slank, semoga panjang umur dan tetap memberikan karya-karya terbaiknya untuk bangsa Indonesia. Dan tetap senantiasa menebarkan virus perdamaian untuk negeri ini. PISS!!

salam DAMAI SLANKERS BALIEM COMMUNITY (SBC) 

Selasa, 20 Desember 2011

SAY NO TO CORRUPTION!!

Katakan tidak untuk korupsi!! Hari ini dunia lagi memperingati hari anti korupsi. Korupsi telah menjadi wabah penyakit yang sangat membahayakan, bahkan bisa mematikan. Dengan semangat 9 Desember ini, mari kita bersama bangkit dan juga lawan korupsi!!
Udah banyak kehancuran yang ditimbulkan akibat korupsi. Anak-anak muda yang putus sekolah akibat biaya  sekolah mahal, orang-orang nggak mampu yang nggak bisa berobat akibat biaya mahal, dan masih banyak yang lainnya.
Padahal, pemerintah udah berjanji dan menganggarkan biaya buat pendidikan dan kesehatan. Lantas duitnya itu pada kemana? Kalo bukan para koruptor dan mafia-mafia yang ngambil, maka siapa lagi?
Cegah korupsi sejak dini! Jangan biarkan korupsi menghancurkan masa depan kita. Berikan hukuman yang seberat-beratnya buat koruptor! –Orang seperti mereka harus pergi.. Jangan beri tempat di bumi pertiwi..–(Jakarta Meledak Lagi- Slank/2005). SAY NO TO CORRUPTION!!

efeK Rumah kaca simbol KebebasaN

Fenomena saat ini, di mana pasar dan media tengah menyoroti musisi atau grup band yang mengusung pop-melayu, atau boy band/girl band sebagai efek akulturasi budaya Korea. Ketika media sedang rajin menyoroti fenomena ini, maka masyarakat banyak dijejali homogenitas jenis musik. Sering kita melihat di televisi, dalam acara musik, baik pagi atau sore hari, penyanyi atau grup band yang tampil hanya itu-itu saja.
Masyarakat hanya ditawarkan satu jenis musik, sehingga masyarakat gak punya pilihan dan mau gak mau memilih dan mendengarkan. Saya gak pernah mengatakan bahwa musik pop-melayu adalah musik kwalitas rendah atau ecek-ecek, dan mereka yang menyukai musik tersbut, bukan berarti berselera rendah. Yang tengah disoroti di sini adalah monopoli media massa terhadap pasar musik Indonesia.
Hal ini juga berimbas kepada para musisi. Jika mereka tidak mengikuti pangsa pasar, maka mereka akan “tidak laku”. Mau tidak mau mereka harus mengikuti selera pasar dan mengubah jenis musik mereka. Berarti kebebasan berekspresi dan berkarya di tekan. Apakah masih ada musisi atau band yang senantiasa untuk mempertahankan idealisme mereka dan melawan arus pasar yang tengah kencang berhembus.
Ternyata ada, beberapa anak muda di kota-kota besar di Indonesia masih memegang teguh idealisme mereka dalam bermusik dan memilih jalur indie label sebagai solusinya. Dengan tidak terikat dengan perusahaan label rekaman, maka mereka tidak ada keharusan untuk mengikuti selera pasar. Salah satu grup band yang bergerak di bawah bendera indie label adalah Efek Rumah Kaca.
Grup band yang terbentuk tahun 2001 ini, telah beberapa berganti nama dan personil. Pada awalnya, band ini bernama Hush, kemudian berubah menjadi Super Ego, kini menjadi Efek Rumah Kaca pada tahun 2005, yang terdiri atas Cholil (vocal dan gitar), Adrian (bass), dan Akbar (drum). Mereka mengusung aliran post-rock, atau ada juga yang menyebut shoegaze (lihat facebook ERK). Keunikan mereka bukan hanya aliran yang mereka usung, juga tema dan lirik yang mereka bawakan. Mereka kerap membawakan tema-tema sosial, budaya, politik, lingkungan, hingga psikologis, dalam lagu-lagu mereka.
Pada tahun 2007, mereka merilis album pertama dengan bertajuk Self title di bawah bendera indie label, Paviliun Record. Kemunculan mereka ternyata mendapat respon yang cukup positif dari beberapa kalangan dan media massa. Buktinya, salah satu lagu mereka berjudul “Cinta Melulu” sempat beberapa kali diputar di radio dan videonya ditayangkan di beberapa televisi swasta.
Lirik lagu sederhana dan menceritakan masyarakat, yakni kondisi musisi yang hanya membawakan lagu-lagu bertema cinta, seakan telah membuat muak, dan tidak dirasakan variatif. Sungguh langkah yang berani dan berbeda. Beberapa kalangan pun menyebut mereka sebagai sebuah band yang cerdas dengan mengangkat isu-isu yang tengah merebak di masyarakat. Pada tahun 2008, mereka merilis album kedua mereka bertajuk “Kamar Gelap”.
Tidak berlebihan jika Efek Rumah Kaca disebut bidadari penyelamat di tengah gelombang pop-melayu dan boy band/girl band yang “latah” mengikuti arus pasar. Semoga ke depannya, semakin banyak penyelamat yang muncul dan menyelamatkan musik Indonesia. Jangan sampai kreativitas dan kebebasan para musisi ditekan demi penguasaan pasar mendapat keuntungan sebesar-besarnya bagi si empunya industri.